Rabu, 24 Juli 2013

CerPen "Aku dan Nisa"


Hari ini sedikit merasa jenuh dengan rutinitas di kantor, sedikit membuang rasa jenuh akhirnya timbul ide untuk coba-coba membuat cerpen. Tadinya mau buat cerpen yang mengangkat isu sosial tentang "perempuan di perbudakan",,, Eh tak taunya melenceng kepercinta-cintaan..waduhhhh...#memang tidak berbakat saia...
Ini dia hasil coret-coretnya

Tiba-tiba jantungku berdetak kencang, ntah ada angin apa, tak terbayangkan sebelumnya.
Dia gadis yang ntah sudah berapa lama tidak kulihat, gadis yang dulu sempat singgah dipikiranku.
Dia berdiri jauh dihadapanku, Dia kelihatan beda, walau sudah lama tapi aku masih bisa menangkap sosoknya.

Ia, gadis itu tersenyum, menambah kencangya degupan jantungku.
Ntah mengapa, tak pernah ku merasa sebahagia ini. Lima tahun berlalu, Ia tampak berbeda tetapi senyum itu masih sama.

"Hai bang win..bengong aja,,,masih ingatkan sama teman mila, nisa?"
" ehh...masih lah mil...hai nis, apa kabar kamu?" sapaku sambil memamerkan senyuman terindah yang ku punya
" baik bang..abang banyak berubah yah.."
"heheee..ada acara apa di jakarta nis..?"
"si nisa ini mau merid bang" timpal mila

dan entah kenapa pernyataan mila berhasil membuat seolah-olah duniaku runtuh.aku hanya merasakan rasa sesak dan panas yang sangat

"calonnya kan orang sini bang,, habis abang sihh dulu uda ku comblangi tapi gak ada pergerakan, terakhir jadi diambil orang dehh" celoteh mila
"hahhaaa...mila ini ada-ada aja" tutur nisa sambil tertawa..
"bang..mumpung ketemu abang disini,,ini undangannya ya bang,,datang yah. yauda bang ntar kapan-kapan lagi kita ngobrol, kami kesana dulu yah..da..dahhh"
nisa pun berlalu sambil tersenyum.

Disini, disudut ini aku hanya bisa terbengong sambil memegang udangan dari nisa.
Tak pernah terpikirkan sebelumnya, aku merasakan rasa seperti ini.
kegembiraanku seketika berubah, tersadarku bahwa aku memang menginginkannya.

Melayang kembali ingatanku enam tahun yang lalu..
aku adalah mahasiswa yang bisa dibilang cukup tenar dengan ketrampilanku memainkan semua alat musik,selain itu aku juga adalah bintang di lapangan hijau, aku juga ramah sehingga tidak heran aku memiliki banyak kenalan dikampus.

"bang...temanku ada yang kirim salam" kata mila ketika kami ketemu di rumah makan
"hahaaa...ada-ada aja mil,,emang siapa?"
"kenal nisa bang? anak baru diorganisasi abang, satu jurusan sama mila"
"oh..nisa, kenal.."

Nisa, anak baru yang memang baru aja gabung diorganisasi yang kuikuti.

perawakannya sedang, putih dan memang sedikit pendiam, sebenarnya jika mau jujur. dari awal aku memang suka memperhatikannya. ada rasa penasaran terhadapnya.

Dia sangat berbeda dibandingkan perempuan di organisasiku, dia kelihatan lebih fashionable dan senyumnya yang menarik membuatku memang kadang suka memperhatikannya.

"win..udah lahh, kau kan jomblo,, trus nisa juga jomblo kan dek..udah si nisa aja dekatin" gurauan salah seorang senior kami, saat anggota organisasi kumpul

"ahh...abang ini ntah apa-apa..ya kan nis..." itulah jawaban ku saatku sudah kehabisan kata.
Memang tidak jarang senior-senior kami menggoda kami berdua.

Tetapi aku tidak pernah mau jujur dengan perasaanku sendiri. Ketika aku tau nisa juga sebenarnya memiliki perasaan yang sama denganku,

ntah kenapa aku justru merasa angkuh, memang bukan hanya nisa saja yang menyukaiku. Tetapi ntah kenapa keangkuhanku semakin meningkat saat tahu gadis seperti nisa menyukaiku. Ia gadis yang sangat menarik

Aku dan keangkuhan dan kebodohanku menutupi semua rasa itu.

"bang gimananya bang..sama si nisa ajalah abang,.. cocok deh kalian bang" celoteh mila di suatu sore yang mendung
"ah...gak mil..dia uda kuanggap kayak adikku" ungkapku dengan bloon.

dan sampai kini aku sangat menyesali pernyataanku. keangkuhanku menutup hatiku untuk mengakuinya.

Beberapa minggu tlah berlalu,,aku merasa merindukan sosok nisa. dispanjang perjalanan ke kampus aku selalu mencari sosoknya.
bahkan aku setiap hari pergi ke perpustakaan hanya untuk berharap menemukan sosoknya disana.
Mengingat aku sering bertemu dengannya.

akupun memberanikan diri bertanya ke mila
"mill..temanmu si nisa kok gak kelihatan lagi?"
'ohhh..dia udah pindah ke kalimantan bang,,ciee..ciee kecariaan yahhh?" goda mila sambil tertawa
"ahh..ngakkk"
" kalau ngak ngapain nanya-nanya bang...hahhaaa"
akupun tidak berani lagi bertanya karena takut diledekin.

Bodohnya aku saat itu, ego ku menutupi semua perasaanku..
hingga lima tahun berlalu aku hanya berdoa suatu saat nanti aku bisa bertemu dengan nisa

sebenarnya tidak lama kemudian aku berhasil menemukannya di facebook, aku dan dia berteman di dunia maya
memang sesekali aku sering menanyakan dia. Tetapi sifatnya yang pendiam, sering membuat aku kehabisan kata untuk bercerita
dan egoku masih menutupi perasaanku.

Aku selalu berdoa jika suatu saat nanti aku bertemu dengannya, inginku bercerita tentang rasa yang kumiliki sewaktu dkampus dulu.

Tapi semua telah berlalu,dan aku juga tidak memiliki harapan lagi, dia akan menikah.


Kamis, 18 Juli 2013

BALSEM (BLSM= Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) yang Benar-Benar Panas


Hari-hari ini saya masih disibukkan dengan tugas lapangan, salah satunya yaitu SPPLH (Survei Perilaku Peduli Lingkungan Hidup). Sejujurnya ini adalah survei yang tidak terlampau sulit, tetapi menjadi lama dan “sulit” karena saya turun kelapangan disaat-saat masih memanasnya si “BALSEM” (red.BLSM).

Meladeni pertanyaan “mengapa kami tidak dapat, sementara ada orang yang lebih kaya dapat” dari masyarakat memang hampir membuat saya jenuh, bersyukur masih ada masyarakat yang berterima dengan jawaban saya.

Selain itu mendengar keluh kesah seputar BLSM dari beberapa kepala desa akhir-akhir ini memang menjadi makanan saya sehari-hari. Wajar karena memang kepala desa menjadi tempat pengaduan masyarakat, dan sedikit prihatin melihat kepala desa yang menjadi tempat luapan emosi masyarakat. Tidak heran jika ada beberapa kepala desa yang komplain ke BPS dan mempertanyakan asal data penerima BLSM.

Dan memang tiga minggu terakhir ini kantor saya (Badan Pusat Statistik) banyak kedatangan tamu yang mempertanyakan asal data tersebut.  Tetapi Bersyukur tidak ada demo yang berujung dengan anarkis seperti yang dialami BPS di Monokwari, walaupun tidak jarang terjadi diskusi yang alot.

Sejujurnya saya sempat merasa berang dengan  beberapa pernyataan yang dilontarkan oleh beberapa pihak yang mengatakan BPS tidak becus mendata, BPS penipu, tukang bohong, tukang ngarang data, Petugas BPS goblok, bubarkan BPS dan hal buruk lainnya.

Bahkan kekecewaan saya semakin bertambah ketika instansi lain melemparkan kesalahan tersebut ke BPS. Saya jadi berpikir kami juga adalah korban dari program yang kelihatannya terburu-buru.

Disini saya selaku KSK (Koordinator Statisti Kecamatan) yang merupakan ujung tombak BPS dalam pengumpulan data ingin mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan data BLSM.

Apa itu BLSM?
BLSM atau Bantuan Langsung Sementara Masyarakat adalah salah satu program dari pemerintah yang merupakan kompensasi kepada masyarakat miskin akibat kenaikan BBM, tujuannya adalah agar masyarakat tidak semakin jatuh kedalam jurang kemiskinan.

BLSM dapat diambil dikantor pos dengan menunjukkan kartu Perlindungan Sosial (KPS)

Dari Mana Sumber Data Penerima KPS (Kartu Perlindungan Sosial)?
Menurut paparan Bambang Widianto Selaku Deputi Seswapres  Bidang Kesra dan Penanggulangan Kemiskinan/Sekretaris Eksekutif TNP2K, Basis Data Terpadu (BDT) yang dikelola oleh TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) adalah sumberdata Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang digunakan untuk Kartu Perlindungan Sosial.

Siapa Yang Melakukan Pendataan?
Pendataan memang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial Tahun 2011 (PPLS2011). Perlu di garis bawahi pendataan tersebut dilakukan dua tahun yang lalu. Dan bisa dipastikan dalam dua tahun ada perubahan kehidupan masyarakat.

Bagaimana Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011 (PPLS)?

Dasar Hukum
  1. Undang-Undang No. 16 Tahun 1997 Tentang Statistik
  2. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Statistik
  3. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 Tentang RPJMN 2010-2014
  4. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 Tenntang Program Pembangunan yang Berkeadilan
  5. Peraturan Kepala BPS No. 7 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja BPS. 
Tujuan
Menghasilkan basis data terpadu rumah tangga dan keluarga untuk sasaran pelbagai program perlindungan sosial (program klaster 1):
  • menurut nama dan alamat kepala rumah tangga,
  • mencakup 40% kelompok masyarakat menengah bawah (masyarakat miskin dan rentan miskin) dengan persentase beda untuk setiap provinsi/kabupaten/kota sesuai intensitas kemiskinan,
  • memuat informasi persyaratan program yang diluncurkan oleh Kementrian/Lembaga Non Kementrian di Pusat dan Pemerintah Daerah. 
Metodologi Pendataan
Cakupan:
  • Wilayah: 33 Provinsi, 497 kabupaten/Kota, 6.699 Kecamatan, 77.062 desa/kelurahan, ± 1,2 juta Satuan Lingkungan Setempat Terkecil (Rukun Tetangga, Dukuh, Jorong, dsb).
  • Calon rumah tangga untuk disurvei: ± 29 juta (45% penduduk).
Mekanisme Pendataan (kunjungan ke SLS/rumahtangga):
  • verifikasi keberadaan 40% calon rumahtangga untuk disurvei pada Ketua Satuan Lingkungan Setempat Terkecil (RT, Dukuh, Jorong, dsb)
  • konsultasi di ruang tertutup dengan 3 rumahtangga miskin- menambah rumahtangga miskin yang belum dicakup [exclusion error]
  • penyisiran pada saat pendataan calon rumahtangga untuk menambah rumahtangga miskin yang belum dicakup [exclusion error]
  • pencacahan pada calon rumahtangga sasaran: komputer akan membuang rumahtangga mampu, misalnya PNS, Polri, TNI, Pegawai BUMN/BUMD, dan rumahtangga mampu lainnya [inclusion error]
Kemana hasil data  PPLS disampaikan?
Hasil pencacahan tersebut disampaikan kepada TNP2K untuk diolah sehingga menghasilkan 40% data Rumah Tangga dengan status sosial ekonomi terendah. Data tersebut kemudian dikelola sebagai Basis Data Terpadu (BDT), dan KPS diberikan kepada 25% Rumah Tangga dengan status sosial ekonomi terendah. Sementara jumlah penduduk yang hidup di bawahgaris kemiskinan pada bulan September 2012 adalah 11,66%.

Permasalahan Yang Timbul Di Masyarakat dan Mengapa BPS yang disalahkan?
Banyak masyarakat yang mengeluhkan dan mengatakan program KPS tidak tepat sasaran. Dan tidak heran banyak pihak yang menyalahkan BPS, karena memang masyarakat hanya mengetahui bahwa BPS yang melakukan pendataan.

Tidak heran ketika saya bertemu dengan masyarakat pertanyaan yang pertama kali muncul dari mereka adalah “apa sebenarnya kreteria masyarakat miskin”, “apa sebenarnya kriteria masyarakat yang berhak memperoleh BLSM?

Dan jawaban saya kepada mereka adalah:

1.    BPS memang pernah melakukan pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS2011), tetapi itu dua tahun yang lalu, dan dalam dua tahun pasti ada perubahan kehidupan masyarakat

2. Kami diinstruksikan mendata 40% data rumah tangga dengan status sosial ekonomi terendah. Jadi kemungkinan besar bapak/ibu yang merasa miskin tetapi tidak mendapat KPS sudah kami data

3.  Data tersebut kemudian kami serahkan ke TNP2K, Dan tugas kami hanya sampai disitu, karena kemudian data tersebut menjadi milik TNP2K.

4.  Saya sendiri tidak tahu bagaimana kriteria masyarakat penerima KPS, karena memang bukan kami yang menentukannya, Tetapi TNP2K.

5.   Perlu diperhatikan KPS diberikan kepada 25% rumah tangga dengan status sosial ekonomi terendah yang ditentukan TNP2K, itu artinya ada 15% masyarakat yang telah kami data tidak masuk

6. Sementara menurut paparan Bambang Widianto Selaku Deputi Seswapres  Bidang Kesra dan Penanggulangan Kemiskinan/Sekretaris Eksekutif TNP2K dalam bahan pemaparan Persiapan Pelaksanaan Program Percepatan Dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S)  dan Sosialisasinya, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada bulan September 2012 adalah 11,66%. Itu artinya ada 13,40% masyarakat yang memperoleh KPS yang hidup diatas garis kemiskinan.

Opini Saya
Sebenarnya bukan saatnya lagi kita mencari-cari siapa yang salah, dan sebenarnya pemerintah telah memberikan solusi dari permasalahan BLSM ini, coba kita baca disini http://www.docstoc.com/docs/159911452/Bahan-Paparan-Sosialisasi
Dari paparan diatas jelas bahwa bukan BPS yang menentukan siapa rumah tangga penerima KPS.


Dan menurut saya kekacauan ini tidak akan terjadi jika
1. TNP2K melakukan pengupdatean data kembali
2. Sosialisasi ke Kepala Desa dilakukan jauh sebelum KPS keluar.

             






Senin, 01 Juli 2013

Wartawan Atau Preman?






Hari ini kantor kami kedatangan banyak masyarakat (sekitar tigapuluhan orang), Maksud kedatangan mereka adalah mempertanyakan BLSM (Bantuan Langsung Sementara Tunai).  Kamipun dengan legowo melayani setiap pertanyaan mereka  semaksimal mungkin  (Nanti saya akan menjelaskan lebih lagi seputar BLSM dan mengapa masyarakat mendatangi kantor BPS).

Sebenarnya saya ingin bercerita tentang jurnalistik, hal ini dikarenakan diakhir pembicaraan kami dengan masyarakat datang beberapa orang yang mengaku “wartawan”. Yang menurut saya bukanlah seorang jurnalis yang mengerti kode etik seorang jurnalis bahkan terlihat seperti seorang pereman.

Permasalahan yang tadinya telah selesai menjadi keruh dengan kehadiran mereka. “Tidak sopan” itulah kata yang terpikir di kepala saya. Betapa tidak dengan suara yang keras yang menurut saya lebih kepada berteriak dan kesan seperti “nge-mop” berlagak membela masyarakat miskin, bahkan lebih-lebih dari seorang LSM.

Sudah dijelaskan baik-baik tetapi terkesan memojokkan bahkan menurut saya memprovokator. Yang paling tidak bisa saya terima adalah emosi yang meledak-ledak, sambil marah-marah. Padahal setahu saya tugas seorang jurnalis bukanlah seperti itu. 

Bahkan saya sempat diteriakin oleh salah satu dari "wartawan" pada saat mengambil foto untuk dokumentasi, "saya adalah wartawan, ini koran saya" ujarnya dengan emosi sambil melempar koran di atas meja, saya lupa nama korannya karena memang baru pertama kali mendengarnya. Seharusnya saya menjawab so what kalau anda wartawan? jadi saya harus takut gitu? atau karena anda wartawan saya tidak boleh mengambil foto?

Tetapi yang ada saya sempat terbelongo, sangat merasa surprise ada wartawan sekasar itu. (ding dong...ya wajarlah namanya juga "wartawan-wartawanan" pikir saya dan sayapun hanya tersenyum). Waduhh...model yang kayak gini yang bisa merusak citra jurnalistik.

Sebelumnya saya ingin bercerita saya adalah alumni jurusan ilmu komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Dulu semasa kuliah saya sangat mengagumi profesi seorang jurnalistik walaupun akhirnya saya mengambil konsentrasi di Public Relation.

Diawal mempelajari dunia media saya pernah mendengar istilah “wartawan amplop” awalnya saya hanya tertawa ketika mendengarnya dan menganggap sosok “wartawan amplop” itu hanya sebuah gurauan (Dikarenakan kekaguman saya terhadap profesi jurnalistik)

Tetapi ketika saya menjalani Praktek Lapangan di sebuah perusahaan tentunya di bagian PR (Public Relation), saya merasa surpraise ternyata sosok “wartawan amplop” itu memang ada. Dan itulah awal kebencian saya kepada sosok “wartawan” yang sering saya sebut “wartawan tak beradat” yang berhasil mencoreng citra dunia jurnalistik.

Kebencian saya kepada sosok “wartawan tak beradat” ini semakin bertambah ketika saya memasuki dunia kerja, tidak jarang saya menemui orang yang mengaku wartawan tetapi bersikap tidak seperti seorang wartawan yang memahami kode etik jurnalistik. Mereka lebih tepat seperti seorang preman yang berlagak hebat dengan kartu persnya  (pantes saja mereka hanya berkiprah di media lokal dan koran yang tergolong “yellow newspaper”).

Pelajaran yang saya dapat sangat mudah membedakan wartawan yang berasal dari media yang “benar-benar media “ dan wartawan yang berasal dari “media abal-abal”. Kebanyakan wartawan yang berasal dari media abal-abal lebih mirip seperti seorang preman.

Seorang jurnalis seharusnya berlaku layaknya seorang jurnalis yang memiliki kode etik. Berikut Kode etik yang seharusnya dimiliki seorang jurnalis dari Hasil Kongres XXII di Banda Aceh 27-29 Juli 2008 





BAB I

KEPRIBADIAN  DAN  INTEGRITAS
PENAFSIRAN

BAB I

KEPRIBADIAN  DAN  INTEGRITAS
Wartawan harus memiliki kepribadian dalam arti keutuhan dan keteguhan jati diri, serta integritas dalam arti jujur, adil, arif dan terpercaya.
Kepribadian dan integritas wartawan yang ditetapkan di dalam Bab I Kode Etik Jurnalistik mencerminkan tekad PWI mengembangkan dan memantapkan sosok Wartawan sebagai profesional, penegak kebenaran, nasionalis, konstitusional dan demokratis serta beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 1
Wartawan beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,   berjiwa  Pancasila   taat Undang-Undang Dasar Negara RI, kesatria, bersikap independen  serta terpercaya dalam mengemban profesinya.
PENAFSIRAN

Pasal 1

1.    Semua perilaku, ucapan dan karya jurnalistik wartawan harus senantiasa dilandasi, dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta oleh nilai-nilai luhur Pancasila, dan mencerminkan ketaatan pada Konstitusi Negara.

2.    Ciri-ciri wartawan yang kesatria, adalah :

•    Berani membela kebenaran dan keadilan;
•    Berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya, termasuk karya jurnalistiknya;
•    Bersikap demokratis
•    Menghormati kebebasan orang lain dengan penuh santun dan tenggang rasa;
•    Dalam menegakkan kebenaran, senantiasa menjunjung tinggi harkat-martabat manusia dengan menghormati orang lain, bersikap demokratis, menunjukkan kesetiakawanan sosial.
3.    Yang dimaksud dengan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara adalah, wartawan Indonesia sebagai makluk sosial yang bekerja bukan untuk kepentingan diri sendiri, kelompok atau golongan, melainkan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara;
4.    Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
5.    Terpercaya adalah orang yang berbudi luhur, adil, arif dan cermat, serta senantiasa mengupayakan karya terbaiknya.
Profesi adalah pekerjaan tetap yang memiliki unsur-unsur :
•      Himpunan pengetahuan dasar yang bersifat khusus;
•      Terampil dalam menerapkannya;
•      Tata cara pengujian yang obyektif;
•      Kode Etik serta lembaga pengawasan dan pelaksanaan penaatannya.

Pasal 2
Wartawan dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang dan prasangka atau diskriminasi terhadap jenis kelamin,  orang cacat, sakit, miskin atau lemah.
PENAFSIRAN

Pasal 2

Wartawan wajib mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar dengan tolok ukur :

Yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara ialah memaparkan atau menyiarkan rahasia negara atau rahasia militer, dan berita yang bersifat spekulatif.

Mengenai penyiaran berita yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang, wartawan perlu memperhatikan kesepakatan selama ini menyangkut isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) dalam masyarakat. Tegasnya, wartawan Indonesia menghindari pemberitaan yang dapat memicu pertentangan suku, agama, ras dan antargolongan.
Pasal 3
Wartawan tidak beriktikad buruk, tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan, memutar balikkan fakta, bohong, bersifat fitnah,  cabul,  sadis, dan  sensasional.
PENAFSIRAN

Pasal 3

1. Yang  dimaksud tidak beriktikad buruk berarti tidak ada niat secara   sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

2.    Yang dimaksud dengan menyesatkan adalah berita yang membingungkan, meresahkan, membohongi, membodohi atau melecehkan kemampuan berpikir khalayak.

3.    Yang dimaksud dengan memutarbalikkan fakta, adalah mengaburkan atau mengacau-balaukan fakta tentang suatu peristiwa dan persoalan, sehingga masyarakat tidak memperoleh gambaran yang lengkap, jelas, pasti dan seutuhnya untuk dapat membuat kesimpulan dan atau menentukan sikap serta langkah yang tepat.
4.    Yang dimaksud dengan bersifat fitnah, adalah membuat kabar atau tuduhan yang tidak berdasarkan fakta atau alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
5.    Yang dimaksud dengan Cabul, adalah melukai perasaan susila dan berselera rendah.
6.    Yang dimaksud dengan sadis, adalah kejam, kekerasan dan mengerikan

7. Yang dimaksud dengan sensasi berlebihan, adalah memberikan gambaran yang melebihi kenyataan sehingga bisa menyesatkan.
Pasal 4
Wartawan tidak menyalahgunakan profesinya dan tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suar, suara dan gambar), yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau sesuatu pihak.
PENAFSIRAN

Pasal 4

1.    Yang dimaksud dengan imbalan adalah pemberian dalam bentuk materi, uang, atau fasilitas kepada wartawan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita dalam bentuk tulisan di media cetak, tayangan di layar televisi atau siaran di radio siaran.

Penerimaan imbalan sebagaimana dimaksud Pasal ini, adalah perbuatan tercela.

2.  Semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau pariwara di media massa harus disebut secara jelas sebagai penyiaran sponsor atau pariwara.


BAB II

CARA  PEMBERITAAN
Pasal 5
Wartawan menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan ketepatan dari kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini. Tulisan yang berisi interpretasi dan opini, disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.   Penyiaran karya jurnalistik rekaulang  dilengkapi dengan keterangan,  data tentang sumber rekayasa yang ditampilkan.


PENAFSIRAN

BAB II

CARA  PEMBERITAAN

Pasal 5
1.    Yang dimaksud berita secara berimbang dan adil ialah menyajikan berita yang bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan, penilaian atau sudut pandang masing-masing kasus secara proporsional.

2.    Mengutamakan kecermatan dari kecepatan, artinya setiap penulisan, penyiaran atau penayangan berita hendaknya selalu memastikan kebenaran dan ketepatan sesuatu peristiwa dan atau masalah yang diberitakan.

3.    Tidak  mencampuradukkan  fakta  dan  opini, artinya  seorang wartawan tidak menyajikan pendapatnya sebagai berita atau fakta.
Apabila suatu berita ditulis atau disiarkan dengan opini, maka berita tersebut wajib disajikan dengan menyebutkan nama penulisnya.
Pasal 6
Wartawan menghormati dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) kehidupan pribadi, kecuali menyangkut kepentingan umum.
PENAFSIRAN

Pasal 6

Pemberitaan hendaknya tidak merendahkan atau merugikan harkat-martabat, derajat, nama baik serta perasaan susila seseorang. Kecuali perbuatan itu bisa berdampak negatif bagi masyarakat.
Pasal 7
Wartawan selalu menguji informasi, menerapkan  prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang serta menghormati asas praduga tak bersalah.

Wartawan menghormati asas praduga tak bersalah, senantiasa menguji kebenaran informasi, dan menerapkan  prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang serta.

PENAFSIRAN

Pasal 7

Seseorang tidak boleh disebut atau dikesankan bersalah melakukan sesuatu tindak pidana atau pelanggaran hukum lainnya sebelum ada putusan tetap pengadilan.

Prinsip adil, artinya tidak memihak atau menyudutkan seseorang atau sesuatu pihak, tetapi secara faktual memberikan porsi yang sama dalam pemberitaan baik bagi polisi, jaksa, tersangka atau tertuduh, dan penasihat hukum maupun kepada para saksi, baik yang meringankan maupun yang memberatkan.

Jujur, mengharuskan wartawan menyajikan informasi yang sebenar-benarnya, tidak dimanipulasi, tidak diputarbalikkan.
Berimbang, tidak bersifat sepihak, melainkan memberi kesempatan yang sama kepada pihak yang berkepentingan.

Pasal 8
Wartawan  tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebut identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
PENAFSIRAN

Pasal 8

Tidak menyebut nama dan identitas korban, artinya pemberitaan tidak memberikan petunjuk tentang siapa korban perbutan susila tersebut baik wajah, tempat kerja, anggota keluarga dan atau tempat tinggal, namun boleh hanya menyebut jenis kelamin dan umur korban. Kaidah-kaidah ini juga berlaku dalam kasus pelaku kejahatan di bawah umur (di bawah 16 tahun).


BAB III

SUMBER  BERITA
Pasal 9
Wartawan menempuh cara yang profesional, sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita, kecuali dalam peliputan yang bersifat investigative.
PENAFSIRAN

BAB III

SUMBER  BERITA


Pasal 9

1. Sopan, artinya  wartawan berpenampilan rapi dan bertutur kata yang baik. Juga, tidak menggiring, memaksa secara kasar, menyudutkan, a priori, dan sebagainya, terhadap sumber berita.

2. Terhormat, artinya memperoleh bahan berita dengan cara-cara yang benar, jujur dan ksatria.

3    Mencari dan mengumpulkan bahan berita secara terbuka dan terang-terangan sehingga sumber berita memberi keterangan dengan kesadaran bahwa dia turut bertanggung jawab atas berita tersebut.
(Contoh, tidak menyiarkan berita ‘hasil nguping’).
Menyatakan identitas pada dasarnya perlu untuk penulisan berita peristiwa langsung (straight news), berita ringan (soft news), karangan khas (features), dan berita pendalaman (in-depth reporting).
Untuk berita hasil penyelidikan/pengusutan (investigative reporting), pada saat pengumpulan fakta dan data wartawan boleh tidak menyebut identitasnya. Tetapi, pada saat mencari kepastian (konfirmasi) pada sumber yang berwenang, wartawan perlu menyatakan diri sedang melakukan tugas kewartawanan kepada sumber berita.

Pasal 10
Wartawan dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang tidak akurat dengan disertai permintaan maaf, dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional kepada sumber atau obyek berita.
PENAFSIRAN

Pasal 10

Hak jawab diberikan pada kesempatan pertama untuk menjernihkan duduk persoalan yang diberitakan.

Pelurusan atau penjelasan tidak boleh menyimpang dari materi pemberitaan bersangkutan, dan maksimal sama panjang dengan berita sebelumnya.

Pasal 11
Wartawan harus menyebut sumber berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita serta meneliti kebenaran bahan berita .
PENAFSIRAN

Pasal 11

1.    Sumber berita merupakan penjamin kebenaran dan ketepatan bahan berita. Karena itu, wartawan perlu memastikan kebenaran berita dengan cara mencari dukungan bukti-bukti kuat (atau otentik) atau memastikan kebenaran dan ketepatannya pada sumber-sumber terkait.

Upaya dan proses pemastian kebenaran dan ketepatan bahan berita adalah wujud iktikad, sikap dan perilaku jujur dan adil setiap wartawan profesional.

2.    Sumber berita dinilai memiliki kewenangan bila memenuhi syarat-syarat:
Kesaksian langsung.
Ketokohan/Keterkenalan
Pengalaman.
Kedudukan/jabatan terkait.
Keahlian.

Pasal 12
Wartawan tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.


PENAFSIRAN

Pasal 12
Mengutip berita, tulisan atau gambar hasil karya pihak lain tanpa menyebut sumbernya merupakan tindakan plagiat, tercela dan dilarang.
Pasal 13
Wartawan dalam menjalankan profesinya memiliki hak tolak untuk melindungi identitas dan keberadaan narasumber yag tidak ingin diketahui.  Segala tanggung jawab akibat penerapan hak tolak ada pada wartawan yang bersangkutan.


PENAFSIRAN

Pasal 13
1.    Nama atau identitas sumber berita perlu disebut, kecuali atas permintaan sumber berita itu untuk tidak disebut nama atau identitasnya sepanjang menyangkut fakta lapangan (empiris) dan data.

2.    Wartawan mempunyai hak tolak, yaitu hak untuk tidak mengungkapkan nama dan identitas sumber berita yang dilindunginya.

3.    Terhadap sumber berita yang dilindungi nama dan identitasnya hanya disebutkan “menurut sumber —-“ (tetapi tidak perlu menggunakan kata-kata “menurut sumber yang layak dipercaya”). Dalam hal ini, wartawan bersangkutan bertanggungjawab penuh atas pemuatan atau penyiaran berita tersebut.
Pasal 14
Wartawan menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan “off the record”.


PENAFSIRAN

Pasal 14
1.    Embargo, yaitu permintaan menunda penyiaran suatu berita sampai batas waktu yang ditetapkan oleh sumber berita, wajib dihormati.
2.    Bahan latar belakang adalah informasi yang tidak dapat disiarkan langsung dengan menyebutkan identitas sumber berita, tetapi dapat digunakan sebagai bahan untuk dikembangkan dengan penyelidikan lebih jauh oleh wartawan bersangkutan, atau dijadikan dasar bagi suatu karangan atau ulasan yang merupakan tanggung jawab wartawan bersangkutan sendiri.
3.    Keterangan “off the record” atau keterangan bentuk lain yang mengandung arti sama diberikan atas perjanjian antara sumber berita dan wartawan bersangkutan dan tidak disiarkan.

Untuk menghindari salah faham, ketentuan “off the record” harus dinyatakan secara tegas oleh sumber berita kepada wartawan bersangkutan.

Ketentuan tersebut dengan sendirinya tidak berlaku bagi wartawan yang dapat membuktikan telah memperoleh bahan berita yang sama dari sumber lain tanpa dinyatakan sebagai “off the record”.
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 15
Wartawan harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Jurnalistik PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya.
PENAFSIRAN

BAB IV

KEKUATAN  KODE  ETIK  JURNALISTIK
Pasal 15

Kode Etik Jurnalistik dibuat oleh wartawan, dari dan untuk wartawan sebagai acuan moral dalam menjalankan tugas kewartawanannya dan berikrar untuk menaatinya.
Pasal 16
Wartawan menyadari sepenuhnya bahwa penaatan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.
PENAFSIRAN

Pasal 16

Penaatan dan pengamalan kode etik jurnalistik bersumber dari hati nurani masing-masing wartawan.
Pasal 17
Wartawan mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI.
Tidak satu pihakpun diluar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap wartawan dan atau medianya berdasar pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik ini.


PENAFSIRAN

Pasal 17
1.     Kode Etik Jurnalistik ini merupakan pencerminan adanya kesadaran profesional. Hanya PWI yang berhak mengawasi pelaksanaannya dan atau    menyatakan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh  wartawan serta menjatuhkan sanksi atas wartawan bersangkutan.

2.    Pelanggaran kode etik jurnalistik tidak dapat dijadikan dasar pengajuan gugatan pidana maupun perdata.

Dalam hal pihak luar menyatakan keberatan terhadap penulisan atau penyiaran suatu berita, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada PWI melalui Dewan Kehormatan PWI. Setiap pengaduan akan ditangani oleh Dewan Kehormatan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam pasal-pasal 22, 23, 24, 25, 26  dan 27 Peraturan Rumah Tangga PWI.
Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga dan Kode Etik Jurnalistik PWI sesuai dengan hasil Kongres XXII PWI di Banda Aceh 27-29 Juli 2008.

Balige, 1 juli 2013